Jumat, 18 Maret 2016

Belajar Menghitung Menggunakan Sampah Plastik


“… kita harus mentransendenkan semua model pendidikan sehingga diperoleh model pendidikan di mana mengetahui (to know) dan merubah (to transform) realitas merupakan syarat yang timbal balik.” (Paulo Freire)

Sumber Gambar : Koleksi Pribadi/ Pinggir Utara Danau Unhas

Kebahagiaan, pikir saya yang tengah berada di antara dua gadis yang sedang menghitung sampah-sampah plastik yang berhasil kami kumpulkan. Jika keadaan ini adalah awal sebuah puisi, saya ingin menyebut perasaan ini sebagai “kebahagiaan”.

Seandainya orang-orang yang tengah berkoar-koar tentang keselamatan lingkungan melihat semangat Fitri dan Dila memungut plastik-plastik yang bertebaran di pinggir Utara Danau Unhas sore itu, mereka mungkin bisa sedikit lebih lega menyaksikan adegan tersebut. Fitri dan Dila sebenarnya tidak sedang dalam rangka sengaja menjaga lingkungan dengan turun tangan memungut sampah-sampah yang dibuang sembarangan oleh para penghuni kampus yang katanya berpendidikan itu. Mereka berdua hanya sedang belajar menghitung bilangan dari 1 sampai 30-an dengan menggunakan perangkat belajar yang mudah didapatkan: sampah.

Sumber Gambar : Koleksi Pribadi/ Fitri (Baju Hijau) & Dila (Baju Kuning)

Mereka sudah lancar menyebutkan angka satu sampai sepuluh, meski masih tertatih-tatih mengingat nama bilangan di atas angka sepuluh. Akhirnya, keduanya cukup keras menyebut ekor bilangan yang berulang seperti “belas”. Misalnya, saya menyebut “dua”, mereka menyambung “belas”. Saya menyebut “tiga”, mereka menyambung lagi dengan “belas”. Begitu seterusnya.
 
Sumber Gambar : Koleksi Pribadi/ Menghitung Sampah


Selama lima menit sebelumnya, kami bertiga bersepakat mengumpulkan plastik-plastik di sekitar kami. Sebanyak-banyaknya. Plastik-plastik itu lalu dikumpulkan dan dihitung sembari dimasukkan ke kantongan hitam besar untuk jadi “oleh-oleh” bagi orang-orang rumah. Lumayan ‘kan untuk ditimbang?

Sumber Gambar : Koleksi Pribadi/ Sampah yang Dikumpulkan

Kami berhasil mengumpulkan 73 botol-botol plastik, dengan rincian : Dila 34 buah, Fitri 14 buah, dan saya sendiri 25 buah. Dila berhasil mengumpulkan yang paling banyak. Di antara kami, memang Dila yang saban hari menemani kakek dan neneknya ke kampus mencari plastik sehingga dia lebih lincah dan mahir mencari. Dila bahkan sudah mampu mengenali jenis plastik yang bisa dia bawa pulang. Beberapa jenis plastik tidak dapat ditimbang dan ditukar dengan uang untuk makan. Maka kepada Dila, saya bertanya, “plastik ini bisa diambil ya, Dila?” Dari Dila saya belajar tentang plastik yang nantinya bisa didaur ulang. Maka benarlah sebuah kutipan tak bernama, “setiap ruang adalah kelas, dan setiap orang adalah guru.”

Berbeda dengan Fitri, kebanyakan waktunya dihabiskan di rumah. Ibu Fitri bekerja sebagai tukang bersih-bersih di lima kosan yang berjejer di dekat kampung pemulung. Dengan bekerja setiap hari, tanpa libur meski hari Minggu, ibu Fitri menerima upah sebesar 1,2 juta per bulan. Ayah Fitri sendiri, awalnya bekerja sebagai cleaning service di kampus. Sekarang sudah diangkat sebagai pengawas cleaning service. Memang, di antara beberapa keluarga yang tinggal di kampung pemulung, keluarga Fitri sudah hidup secara lebih manusiawi dibanding keluarga lainnya yang masih menggantungkan kehidupan mereka dari hasil memulung semata.


Menjelang penghujung sore hari, segera setelah plastik-plastik itu kami kumpulkan, kami bertiga meninggalkan danau Unhas. Di bagian depan wilayah kampung pemulung, ada lahan khusus tempat warga mengumpulkan barang-barangnya sehabis mencari, dan di sanalah kami singgah. Biasanya, plastik-plastik dikumpulkan terlebih dahulu di sana, setelah sepekan dikumpulkan lalu ditimbang dan dijual kepada pengumpul. Di tempat itu, sedang ada dua perempuan yang sedang membersihkan plastik-plastik hasil mencarinya. Salah seorang di antara keduanya adalah nenek Dila, dan kepadanyalah kami menyerahkan hasil memungut sampah─sekaligus alat belajar─kami hari itu.

Sumber Gambar : Koleksi Pribadi/ Menyerahkan 'Oleh-oleh'

Tidak ada komentar:

Posting Komentar