Kamis, 14 Januari 2016

Pantang Menyerah Urus KTP Baru


Selama empat tahun, saya pernah tinggal menetap di Tamalanrea, Makassar. Untuk mengurus hal-hal yang sifatnya administratif di kampus dulu, misalnya mengurus beasiswa, saya harus punya KTP Makassar. Maka saya membuat KTP Makassar, dengan domisili kecamatan Tamalanrea.

Saat sekarang, saya tengah membutuhkan kartu keluarga baru bersama suami, saya pun harus mengurus surat pindah domisili. Sebenarnya, saya punya dua KTP. KTP pertama berdomisili di Tamalanrea, Makassar, dan KTP kedua berdomislili di Baranti, Sidrap. Tapi saya lebih memilih mengurus surat pindah di Tamalanrea, Makassar, karena aktivitas saya saat ini di Makassar. Saya sebenarnya sudah menjadwalkan membesuk kedua orang tua di Sidrap, sekali dua pekan. Namun itu biasanya di akhir pekan, Sabtu-Ahad. Ini berarti, kantor pemerintahan tutup, dan saya tidak bisa mengurus surat kepindahan dari Sidrap jika pun saya pulang ke Sidrap. Maka pilihannya memang mengurus di Makassar saja.

Rampung mengurus surat keterangan pindah di kelurahan Tamalanrea Indah, saya melanjutkan pengurusan di kecamatan Tamalanrea. Masalah dimulai, sistem input data di kecamatan sedang tidak dalam jaringan. Saya diharuskan menunggu dengan sabar sampai sistem berhasil diperbaiki. Tiga kali bolak-balik ke kantor kecamatan dalam waktu tiga pekan, belum juga sistemnya baik. Sampai akhirnya, saya mendapat sms dari pegawai kecamatan yang menyatakan bahwa ternyata Nomor Induk Kependudukan saya sudah tidak aktif.

Saya menjemput surat keterangan yang sudah saya serahkan sebelumnya di kecamatan, dan menyerahkannya pada ayah untuk diurus di capil. Syukurlah, di tengah kebingungan, Allah anugerahkan seorang laki-laki yang mau berbagi beban untuk mengurus surat-menyurat ini. Ayah akhirnya ke kantor capil Makassar. Hasil usaha ayah belum mengharuskan saya berhenti berusaha, rupanya. Ternyata Nomor Induk Kependudukan saya terdekteksi aktif di Sidrap. Saya harus kembali ke Sidrap untuk mengurus surat itu.

Tidak mudah menyesuaikan waktu kerja dengan waktu untuk pulang ke Sidrap guna mengurus surat kepindahan saya itu. Saya harus menyempat-nyempatkan diri, mencari waktu kantor untuk pulang. Setelah melihat ada kesempatan di saat mahasiswa sedang ujian tengah semester, saya akhirnya pulang ke Sidrap. Di Sidrap, pengurusan awalnya lancar-lancar saja, meski ada oknum yang meminta biaya administrasi di kecamatan padahal seharusnya semua gratis.

Setelah mengusahakan, surat-surat yang diperlukan di kelurahan dan kecamatan akhirnya sudah di tangan. Lanjut ke kantor capil Sidrap, kantor terakhir yang harus didatangi.

Namun pengurusan harus terhenti karena dompet saya ketinggalan di Makassar, dan di dalam dompet itu ada KTP asli saya. Untuk mengurus surat kepindahan di capil, salah satu syaratnya adalah membawa KTP asli. Lagi-lagi saya harus bersyukur, adik saya yang sedang kuliah di Makassar berencana pulang ke Sidrap pada hari Kamis sore (saya mulai mengurus berkas di kelurahan pada hari Rabu), yang artinya, saya bisa melanjutkan pengurusan di capil pada hari Jumat.

Kamis sore adik saya tiba membawa dompet berisikan KTP asli yang saya butuhkan itu. Jumat pagi, pukul 7, saya berangkat ke kantor capil. Saya memilih berangkat satu jam sebelum kantor dibuka, karena perjalanan dari rumah ke kantor capil memakan waktu satu jam lamanya. Saya tiba di kantor capil dan mengambil nomor antrian pelayanan. Ternyata syarat pengajuan berkas yang saya bawa masih ada yang kurang, saya tidak membawa Kartu Keluarga asli.

Pikir saya, Kartu Keluarga yang difotocopy sudah cukup. Ternyata KK asli dibutuhkan karena nama saya akan dihapuskan dari KK tersebut. Jadi, mau tidak mau, KK asli itu harus ada. Nah, masalahnya bukan karena saya harus bolak-balik ke rumah untuk mengambil KK asli itu. Tapi masalahnya adalah KK asli itu ada di Makassar. Mama pernah membawanya ke Semarang bersama akta kelahiran saya. Waktu itu, saya sedang mengurus penerjemahan akta kelahiran yang harus dikirim ke Jakarta. Sepulang dari Semarang, berkas-berkas saya, termasuk KK asli itu, saya simpan di Makassar. Wah, jadi harus balik ke Makassar lagi?

Sebenarnya, saya bisa meminta tolong agar KK itu dikirim saja. Namun, hari Senin nanti saya harus masuk mengajar, dan waktu itu sudah hari Jumat, yang artinya kantor baru buka hari Senin lagi. Jadi pilihan untuk tetap di Sidrap tidak memungkinkan, saya harus kembali ke Makassar. Sebenarnya, ada pilihan lain. Saya  bisa mengirim berkas tersebut setelah di Makassar, dan menerima tawaran mama, dia yang akan mengantarnya ke capil. Tapi pilihan ini sungguh berat, mengingat mama masih dalam keadaan lemah setelah penyakitnya kambuh.

Tidak ada pilihan lain, saya harus ke Makassar, dan hari Selasa kembali lagi ke Sidrap untuk melanjutkan pengurusan surat pindah domisili saya. Surat kepindahan domisli itu, harus saya miliki untuk mendapatkan berkas-berkas lanjutan yang saya butuhkan, seperti KTP baru dan paspor baru.

Wah, kalau dipikir-pikir, rasanya kok berat ya? Iya, berat, apalagi kalau bawa-bawa perasaan, sedang ditinggal suami. Mesti berjuang sendirian mengurus ini itu demi bisa ke sana mendampingi dia. Semakin berat jika kepikiran kalau sebenarnya ini karena pilihan dia yang mau sekolah jauh. Kalau dihinggapi perasaan seperti ini, yakinlah, semua tidak akan jadi. Saya pasti sudah menyerah.

Namun, hidup ini pilihan. Kita ini sedang tidak di surga, maka wajarlah kalau masalah itu datang silih berganti. Selama masih hidup, kita tidak akan terbebas dari yang namanya masalah. Tinggal diri kita saja, mau menjadikan masalah itu sebagai ladang perjuangan atau lari darinya. Kita yang memilih, melihat masalah dengan cara pandang positif atau negatif.

Allah telah restui dia sebagai pasangan hidup saya. Karena itu, tentulah Allah telah lebih dulu menakar kemampuan saya untuk berjuang bersamanya. Untuk semua yang harus diusahakan dan diperjuangkan, Allah tahu, saya mampu. Maka tiap kali lelah datang, cukuplah keyakinan bahwa Allah yang akan beri kekuatan bagi hamba-Nya yang memohon.

Bahwa pada akhirnya juga, setiap jerih perjuangan ini tidak lain menjadi bukti cinta kepada-Nya. Tersebab Tuhan perintahkan untuk muliakan suami, maka kebahagiaan suami, selama tidak menindas dan menyakiti diri, haruslah senantiasa diusahakan.

Puja-puji Ilahi, yang melapangkan setiap dada yang berserah. Dia yang menguatkan setiap langkah, menggenapkan setiap yang kurang.

Alhamdulillah, meski pun mesti pulang-balik Makassar sampai berkasnya sempat dihilangkan pihak pegawai kelurahan, akhirnya KTP baru sudah jadi. Selain alamat baru, pekerjaannya juga baru, dan paling penting.... statusnya sudah KAWIN.

Sekarang sudah bisa urus penggantian paspor yang dicuri dua tahun silam. Tapi, meski pun tidak dicuri ya tetap harus ganti juga. Masa berlakunya memang sudah habis kok. Hehe.

“Don’t quit! Suffer now and live the rest of your life as a champion” (Muhammad Ali)


*Ditulis setelah kelelahan dari kantor Bupati Sidrap & sesaat sebelum melakukan pembayaran biaya paspor ke BNI.
Sidrap-Makassar
Nopember 2015-Januari 2016

Tidak ada komentar:

Posting Komentar